Thursday, October 21, 2010

MAKALAH SEMINAR

Judul Seminar : Biologi, Patogenesa dan Terapi Skabies pada Anjing
Penyaji / NRP : Fitri Juliyanti Siregar / B04101042
Pembimbing : Dr. Drh. Ahmad Arief Amin
Drh. R.P Agus Lelana SpMP, MSi.
Hari / Tanggal : Rabu / 02 Agustus 2006
Waktu : 09.00 – 10.00 WIB


ABSTRAK

Studi literatur ini bertujuan untuk mengkaji biologi, patogenesa dan terapi skabies pada anjing dengan mengambil bahan dan informasi dari buku, skripsi, jurnal, artikel dan wawancara langsung dengan dokter hewan praktek yang menangani kasus skabies pada anjing. Studi ini mempunyai dua permasalahan dasar yaitu (1) kasus skabies sebagai penyakit hewan strategis yang masih menjadi masalah dalam program hewan sehat di indonesia , (2) pengetahuan mengenai biologi, patogenesa dan terapi skabies pada anjing masih terus mangalami kemajuan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran hewan dan pengobatannya. Berdasarkan informasi yang kita pelajari bahwa biologi, dan patogenesa skabies memiliki perbedaan antar spesis anjing. Collie atau Australian Shepherd sangat sensitif terhadap ivermektin sebagai obat pilihan kasus skabies. Oleh karena itu kita harus hati hati.

ABSTRACT

The aim this literature study is to study the biology, pathogenesis and therapy of scabies in dog based on review of textbook, skripsi, journal, article and direct interview with veterinary practice who intensively handle the scabies cases. These study yieled two fundamental informations, namely (1) scabies cases as strategic animal disease is still problem for establishment of animal health program in Indonesia, (2) the knowledge of biology, pathogenesis and therapy of scabies in dog is still progress following the development of veterinary science and medicine. Based on this informations we learn that the biology, and pathogenesis of scabies is varies among dogs species. Collie or Australian Shepherd have very sensitive to ivermectin of drug choice of scabies. Therefore we need to be carefull.


PENDAHULUAN

Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi tungau Sarcoptes scabiei, biasanya menyerang daerah yang sedikit ditumbuhi bulu, seperti sekitar kepala, mata, telinga, siku, pada daerah perut bagian ventral dan lipatan paha. Apabila anjing telah positif skabies, perlu dilakukan pengobatan yang langsung membunuh tungau (mitecidal) secara topikal atau sistemik. Sampai saat ini penyakit skabies sebagai penyakit strategis masih belum dapat diatasi dengan baik terbukti masih banyaknya kasus-kasus skabies yang dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji lebih dalam biologi, patogenesa dan terapi skabies pada anjing dan mengetahui tingkat keparahan penyakit setiap ras anjing berdasarkan gejala klinisnya.



MATERI DAN METODE

Tempat dan waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan data di praktek Drh. Koesharyono, Jl. Wijaya Kusuma I/26 Pasar Minggu Jakarta, Balai Kesehatan Hewan Departemen Pertanian RI Jakarta, Perpustakaan Balai Veteriner Cimanggu Bogor, Perpustakaan LSI IPB, Perpustakaan Fakultas Kedokteran Hewan IPB dan internet. Penelitian ini berlangsung dari bulan April sampai Juli 2006.

Bahan dan Metode
Studi literatur untuk mengumpulkan informasi penyakit skabies pada anjing dari berbagai literatur, skripsi, jurnal, majalah, internet dan wawancara dengan dokter hewan praktek. Literatur berupa buku-buku parasit antara lain Jubb KVC dengan judul buku ”Pathology of Domestic Animals” dan Kelly JD dengan bukunya yang berjudul “Canine Parasitology”. Bahan dari internet dicari dengan metode pencarian informasi melalui Google. Metode wawancara dengan kunjungan ke praktek dokter hewan yang menangani kasus skabies. Data skabies diambil dari catatan harian dokter hewan praktek tersebut yaitu yang tercatat periode Oktober 2005 – Juni 2006. Waktu wawancara yang dilakukan pada tanggal 19 juni 2006.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1 Perkembangan penemuan morfologi tungau Sarcoptes scabiei var. canis :
Thn Penemu Morfologi tungau Sarcoptes scabiei var. Canis
1965 Belding Bentuk tubuh tungau lonjong dengan bagian perut rata, translusen dan berwarna putih kotor.
1973 Flynn Tungau jantan dewasa memiliki ukuran 170-200 μm, dan tungau betina dewasa memiliki ukuran 200-240 μm. Pada tungau betina ditemukannya bagian tubuh yang disebut dengan setae, plastron, anus yang terletak di daerah terminal, bentuk celah longitudinal dan lubang genital yang sederhana, palpi, chelate chelacerae, ambulacra dan alat genital seperti lonceng.
1976 Muller & Kirk Tungau memiliki diameter 200-400 μm, tungau tidak memiliki mata dan organ respirasi.
1977 Kelly Diameter tungau berukuran 200-450μm.
1982 Soulsby Tungau jantan dewasa memiliki ukuran 200-240 x 150-250 μm dan tungau betina dewasa memiliki ukuran 300-500 x 240-400 μm. Ukuran nimfa antara 220-195 μm.
1984 Kettle Ditemukannya bagian-bagian yang disebut nototoraks, notogaster, plastron, epimeres, epiandrum, sucker atau alat hisap, ambulacra, bulu cambuk, kalisera, kapitulum, hipostom dan lubang kelamin berbentuk Y.
1993 Griffin Panjang tungau antara 0,2-0,4 mm, tungau jantan lebih kecil dari tungau betina.
1994 Ackerman Panjang tungau antara 0,2-0,4 mm, tungau jantan lebih kecil dari tungau betina.
1995

Muller & Kirk’s Panjang tungau antara 0,2-0,4 mm, tungau jantan lebih kecil dari tungau betina.
2002 Scott W Ukuran tungau berkisar antara 0,2-0,4 mm. Biasanya ukuran tungau jantan lebih kecil dibanding tungau betina.
2006 T.S.AU Panjang tungau betina dewasa 0,4 mm, sedangkan panjang tungau jantan dewasa 0,2 mm. Memiliki kaki-kaki yang pendek, kaki ketiga dan keempat tidak keluar melewati badan tungau.
2006 Oliver Chosidow Translusent dengan kaki-kaki coklatnya, panjang tungau 0,2-0,5 mm

Tabel 1 menunjukkan perkembangan morfologi tungau Sarcoptes scabiei seiring dengan perkembangan teknologi. Hingga saat ini bentuk dan ukuran tungau Sarcoptes scabiei var. Canis yaitu bentuk tubuh yang lonjong, punggung cembung, perut datar dan tembus cahaya (Belding 1965). Penelitian terbaru tungau Sarcoptes scabiei var. Canis oleh Oliver Chosidow (2006), Sarcoptes scabiei berukuran 0,2-0,5 mm dengan kaki-kaki coklatnya. Tidak menunjukkan perbedaan yang nyata jika ditinjau dari morfologi semenjak ditemukannya sampai tahun 2006.


Tabel 2 Patogenesa tungau Sarcoptes scabiei var. Canis
Thn Penemu Patogenesa tungau Sarcoptes scabiei var. Canis
1965 Greg Infeksi tungau Sarcoptes scabiei terutama sekali pada anjing-anjing muda dan pada ras-ras anjing berbulu pendek.
1973 Flynn Infeksi tungau Sarcoptes scabiei terutama pada anjing-anjing muda dan pada ras-ras anjing berbulu pendek.
1975 Brown Lesi awal biasanya ditemukan pada daerah yang sedikit ditumbuhi bulu, seperti sekitar kepala, mata, telinga dan siku, pada daerah perut bagian ventral dan lipatan paha
1976 Muller & Kirk’s Tungau Sarcoptes scabiei dapat menembus kulit manusia, tetapi kemudian kembali setelah beberapa jam, meninggalkan inang yang bukan definitif.
1977 Kelly Tungau menembus lapisan korneum epidermis kulit, menghisap cairan limfe dan juga memakan sel-sel epitel.
1982 Soulsby Tungau menembus lapisan korneum epidermis kulit, menghisap cairan limfe dan juga memakan sel-sel epitel
1984 Arlian et al. Sarcoptes scabiei var. Canis dapat bertahan hidup selama 9 hari pada suhu antara 15-25 0C dan kelembaban relaif (RH) antara 25-85 %.
1986 Grant Skabies merupakan penyakit yang sangat menular.
1987 Urguhart Lesi awal biasanya ditemukan pada daerah yang sedikit ditumbuhi bulu, seperti sekitar kepala, mata, telinga dan siku, pada daerah perut bagian ventral dan lipatan paha.
1995 Jubb et al. Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi atau kontak tidak langsung dengan berbagi objek.
1996 Witjaksono
dan Sungkar Tungau lebih menyukai hidup pada hewan yang memiliki bulu panjang, tebal dan kotor.
1997 Nahm & Corwin Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi atau secara tidak langsung melalui objek perantara.
1999 Dan Tungau lebih menyukai hidup pada hewan yang memiliki bulu panjang, tebal dan kotor.
2002 Soeharsono Penularan dari hewan ke manusia terjadi melalui kontak lansung (karena kedekatan).
2005 Abu Samra et al. Sarcoptes scabiei var. Canis pada anjing, juga dapat menginfestasi hewan mamalia lain seperti kucing, babi, rubah, dan kelinci.
2006 Wendy C Sarcoptes saciei var. Canis dapat menginfeksi manusia, walaupun hanya sebagai inang sementara.

Tabel 2 menjelaskan tentang patogenesa tungau Sarcoptes scabiei var. Canis. Greg (1965) dan Flynn (1973) menyatakan bahwa infeksi tungau Sarcoptes scabiei var. Canis terutama sekali pada anjing-anjing muda dan pada ras-ras berbulu pendek. Pada anjing, kemungkinan untuk terinfeksi oleh tungau Sarcoptes scabiei var. Canis bisa terjadi tanpa membedakan bentuk, umur, jenis kelamin atau jenis ras. Tungau Sarcoptes scabiei var. Canis menembus lapisan korneum epidermis kulit, dengan cara menghisap cairan limfe dan juga memakan sel-sel epitel (Kelly 1977 dan Soulsby 1982). Tungau Sarcoptes scabiei var. Canis melakukan perkawinan di permukaan kulit dan meletakkan telur-telurnya di dalam terowongan yang dibuat sendiri oleh tungau Sarcoptes scabiei var. Canis. Setelah melakukan perkawinan, tungau jantan akan mati, sedangkan tungau betina bunting terus menggali terowongan dikulit. Perkembangan tungau dari menetasnya telur dalam terowongan yang kemudian menjadi larva, nimfa dan tungau dewasa membutuhkan 17-21 hari.

Tabel 3 Gejala klinis yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei var. canis
Thn Penemu Gejala klinis Sarcoptes scabiei var. Canis
1971 Soulsby Terbentuknya papula merah atau vesikel dan keluarnya eksudat bening.
1973 Flynn Secara hispatologi, bentuk skabies ditandai dengan adanya fokal hiperteratosis, epiderma hiperplasia (kulit tebal).
1976 Muller & Kirk’s Pruritus yang nyata menyebaban adanya kerusakan pada kulit. Sarang-sarang tungau terbuka oleh trauma.
1982 Soulsby Berdasarkan bentuk dan lokasi tubuh yang mengalami kerusakan, skabies dapat dibedakan menjadi dua bentuk yaitu, lesi awal (bentuk primer) dan bentuk sekunder (bentuk umum).
1984 Kettle Adanya reaksi hipersensitifitas akut dan reaksi yang kronis.
1986 Grant Gejala khas yang sering muncul adalah hewan terlihat seringkali menggaruk dan disertai dengan penurunan nafsu makan.
1987 Urguhart Area yang sering pertama kali diserang skabies adalah pada ujung telinga.
1993 Jubb el al Pada hewan yang kekurangan gizi atau yang mempunya daya tahan lemah, lesio ditandai dengan adanya alopesia, lichenifikasi (kulit seperti lumut), perlemakan, penebalan kulit yang bersisik dan berwarna kelabu.
Thn Penemu Gejala klinis Sarcoptes scabiei var. Canis
1999 Dan Infeksi dari tungau ini ditandai dengan gejala klinis seperti gatal yang terus menerus, kerontokan bulu, dan kerusakan pada kulit.
2000 Bodewes et al Bentuk-bentuk lesi yang terjadi bisa berupa alopesia, eritema dan pyoderma.
2002 Soeharsono lesi pada kulit diawali dengan timbulnya papula kecil berwarna merah, kemudian menjadi erythema yang bersifat meluas.
2005 Acha PN Gejala klinis Scabies ditandai dengan adanya pruritus berkelanjutan, menyebabkan kerontokan bulu. Bisa menyebabkan erytema, ulcers, kulit hemorragi.

Tabel 3 menggambarkan gejala klinis yang ditimbulkan oleh tungau Sarcoptes scabiei var. Canis. Tahun 1971, Soulsby menyatakan terbentuknya papula merah atau vesikel dan keluarnya eksudat bening dari lesi bekas terinfeksi tungau tersebut. Dan (1999) gejala umum yang biasa ditemukan pada kasus skabies pada anjing ini yaitu infeksi tungau ditandai dengan gejala klinis seperti gatal yang terus-menerus, yang dilanjutkan dengan kerontokan bulu dan berakibat kerusakan pada kulit.

Tabel 4 tingkat keparahan penyakit skabies berdasarkan gejala klinisnya.
Gejala klinis Ch Pm GS CS GR La Cl Po P SH Do
Pruritus +++ +++ ++ ++ +++ +++ +++ +++ ++ +++ +++
Eritema ++ ++ + ++ ++ ++ ++ ++ +++ +++ ++
Papula ++ ++ + ++ ++ ++ ++ ++ +++ ++ ++
Makula ++ ++ + ++ ++ ++ ++ ++ +++ +++ ++
Ekskorasi + ++ + + + ++ + + ++ ++ +
Folikulitis ++ ++ + ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ +-
Alopecia +++ +++ + +++ ++ +++ +++ ++ +++ +++ +
Pengerasan kulit ++ +++ + + ++ ++ + ++ +++ ++ +
Hyperpigmentasi ++ +++ + + ++ ++ +- + ++ ++ +
Otitis eksterna - - + ++ - - - - - - +
Lichenifikasi + ++ +- + +- + + + + + +
Seborrhea - - - - - - ++ - - - +
Keterangan :
+++ = sangat parah CS = Cocher Spanial
++ = parah GR = Germand Retriver
+ = sedang La = Labrador
+/- = ringan Cl = Collie
- = tidak terinfeksi Po = Poodle
Ch = Chow-chow P = Pug
Pm = Pomeraanian SH = Siberian Husky
GS = Germand Shepherd Do = Doberman

Menurut Abdul Latif (2001) data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta periode Januari 1999 – Juli 2000 terdapat 70 (0,57 %) kasus skabies dari 12362 ekor total jumlah pasien. Jumlah ini terdiri atas 17 ras anjing dengan umur berkisar antara 2 bulan hingga 13 tahun. Berdasarkan tabel 4 pruritus yang terjadi pada setiap ras menunjukkan keparahan yang sangat kecuali pada ras Germand Shepherd, Cocker Spanial dan Pug dengan pruritus cukup parah. Eritema, papula dan makula yang terjadi sebagai akibat dari pruritus berkelanjutan menunjukkan keparahan yang sangat pada ras Pug dan Siberian Husky, sementara ras lainnya hanya kondisi yang cukup parah. Ekskorasi yang parah terlihat pada ras Pomeranian, Labrador, Pug dan Siberian Husky, sementara ras lainnya hanya terjadi ekskorasi yang sedang saja. Pada umumnya folikulitis terjadi pada setiap ras, dengan kondisi yang cukup parah, kecuali pada ras Germand Shepherd yang hanya terjadi folikulitis sedang dan pada ras Doberman derajat folikulitis ringan. Alopesia yang terjadi sangat parah pada kebanyakan ras, hanya ras Germand Retriver, poodle yang derajat alopesianya cukup parah, sedangkan ras Germand shepherd dan doberman pada derajat sedang. Pengerasan kulit yang sangat parah hanya terjadi pada ras Pomeranian dan Pug, sementara ras Chow-chow, Germand Retriver, Labrador, poodle, dan Siberian husky menunjukkan pengerasan kulit yang parah. Dan di kondisi sedang ada ras German Shepherd, Cocker Spanial, dan Collie. Hyperpigmentasi yang sangat parah hanya terjadi pada ras Pomeranian, Chow-chow, Germand Retriver, Labrador, Pug dan Siberian Husky menunjukkan hyperpigmentasi yang cukup parah. Pada kondisi ringan dari hyperpigmentasi adalah ras Germand Shepherd, Cocker Spanial, Poodle dan Doberman. Sementara Collie hanya menunjukkan kondisi hyperpygmentasi yang ringan. Otitis eksterna yang parah terjadi pada ras Cocker Spanial, Germand Shepherd dan Doberman pada kondisi otitis eksterna dengan derajat sedang. Sementara ras lainnya tidak menunjukkan terjadinya otitis eksterna. Lichenifikasi derajat parah terjadi pada ras Pomeranian dan derajat ringan terjadi pada ras Germand Shepherd dan Germand Retriver. Ras lainnya pada kondisi sedang dalam kasus lichenifikasi. Ras Collie menunjukkan terjadinya seborrhea yang parah, dan Doberman pada kondisi seborrhea sedang sementara ras lainnya tidak menunjukkan terjadinya seborrhea. Perbedaan gejala klinis pada setiap ras karena setiap ras memiliki kerentanan yang berbeda-beda dan ketahanan tubuh yang berbeda pula.

Tabel 5 Topografi infestasi tungau Sarcoptes scabiei var. canis
Lokasi kerusakan kulit Ch Pm GS CS GR La Cl Po P SH Do
Telinga + + + + + + + + + + +
Wajah + + + + - + - - - + +
Kepala + + + + + + + + + + +
Dada + + + + + + - + + + +
Siku - - - + - + + - + - -
Abdomen - - + - - - + - - - -
Kaki - - + - + + - + + + +
Mata kaki - - + - + - - - - - -
Keterangan :
+ = mengalami kerusakan kulit La = Labrador
- = tidak mengalami kerusakan kulit Cl = Collie
Ch = Chow-chow Po = Poodle
Pm = Pomeraanian P = Pug
GS = Germand Shepherd SH = Siberian Husky
CS = Cocher Spanial Do = Doberman
GR = Germand Retriver

Berdasarkan tabel 5 setiap ras anjing memiliki lokasi yang berbeda-beda terhadap kerusakan kulit maupun kerontokan bulu yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei var. Canis. Pada dasarnya lokasi kerusakan kulit pada setiap ras dapat menginfeksi bagian luar dari telinga dan kepala. Daerah wajah pun biasanya tempat infeksi atau kerusakan yang terjadi kecuali pada ras Germand Retriver, Collie dan Pug. Dada pun biasanya merupakan tempat kerusakan yang umum, kecuali pada ras Collie. Sementara daerah siku hanya terdapat kerusakan pada ras Cocker Spanial, Labrador, Collie dan Pug. Kerusakan dapat menyebar sampai pada abdomen pada ras Germand Shepherd dan Collie. Kaki merupakan tempat kerusakan yang sering terjadi pada ras Germand Shepherd, Germand Retriver, Labrador, Poodle, Pug, Siberian Husky dan Doberman. Mata kaki juga bisa mengalami kerusakan pada ras Germand Sherherd dan Germand Retriver. Apabila keadaan kerusakan kulit dan kerontokan rambut berlanjut karena anjing tidak mendapat pengobatan akan berakibat fatal sampai terjadi kematian. Gejala klinis yang terjadi pada setiap ras menyebabkan anjing kurang nafsu makan, lemah, bobot badan berkurang dan kegelisahan. Lokasi kerusakan dan kerontokan bulu yang berbeda setiap ras diakibatkan karna setiap ras anjing memilki kerentanan dan kepekaan berbeda-beda.
Tabel 6 Terapi penyakit skabies
Thn Penemu Terapi skabies pada anjing
1985 Theodorides Sulfur 6%, sebagai obat tertua pembunuh kutu. Berbentuk kristal padat berwarna kuning.
1988 Booth & Mc. Donald Lindane digunakan sebagai sabun, salep atau semprotan (spray) dengan konsentrasi 0,016-0,03 %. Benzyl benzoat 25% diaplikasikan secara topikal.
1988 Theodorides Ivermectin , PO dengan dosis 200 µg/kg BB, SC dengan dosis 200-400 µg/kg BB. Benzyl benzoat diaplikasikan secara topikal.
1989 Martin Ivermectin, PO dengan dosis 200 µg/kg BB, SC dengan dosis 200-400 µg/kg BB dan secara topikal dengan dosis 500 µg/kg BB
Thn Penemu Terapi skabies pada anjing
1997 Paradis et al Ivermectin, PO dosis 200 µg/kg BB, SC dosis 200-400 µg/kg BB dan secara topikal dosis 500 µg/kg BB. Amitraz diaplikasikan dengan cara dipping, setiap dua minggu sekali selama 2-3 kali.
2000 Bodewes et al Ivermectin, PO dengan dosis 200 µg/kg BB, SC dengan dosis 200-400 µg/kg BB dan secara topikal dengan dosis 500 µg/kg BB. Amitraz diaplikasikan dengan cara dipping, setiap dua minggu sekali selama 2-3 kali. Benzyl benzoat 25% , diaplikasikan secara topikal dan fipronil 0,25 % dengan cara semprot.
2005 Didier-Noel Carlotti Lime sulfur 6%, 2-3 kali selama 3-4 minggu. Organokhlorin seperti lindane. Amitraz, 3 kali per minggu selama 2 kali interval. Fipronil 3-6 ml/kg atau 2-3 kali per minggu. Ivermectin 200 µg/kg 3 kali, 7-10 hari interval. PO dengan dosis 250-400 µg/kg 2 kali selama 2 minggu interval. SC dengan dosis 400 µg/kg 2 kali. Milbemycin oxime dengan dosis 1-2 mg/kg tiap hari selama satu minggu. Moxidectin, PO dengan dosis 0,2-0,25 mg/kg tiap hari selama 2-6 minggu, SC dengan dosis 0,4 mg/kg 2 kali selama 2 minggu. Dan Salamectin dengan dosis 6-12 mg/kg 2 kali selama 1 bulan.

Dari tabel 6 dapat diambil informasi mengenai terapi skabies pada anjing. Berikut obat-obat yang sampai sekarang dapat digunakan : Sulfur (S) 6%, Lindane 1% salep, Benzyl benzoat 25%, Amitraz (mitabanR), Fipronil 3 ml/kg , Selamectin dan Milbemycin oxime. Selain obat-obat diatas, terapi skabies juga dapat dilakukan dengan pemberian obat tradisional, yaitu dengan mencampurkan bawang putih yang telah digerus dengan minyak, lalu di oleskan pada bagian tubuh yang terinfeksi skabies. Disamping obat-obat diatas diperlukan juga pengobatan dengan antimikroba yang baik yang diberikan secara topikal ataupun sistemik. Pengobatan tidak hanya dipusatkan pada tungaunya saja tetapi harus diarahkan secara keseluruhan terhadap faktor-faktor yang memicu imunusupresi (rendahnya daya tahan tubuh), seperti kurangnya nutrisi, situasi menajemen pemeliharaan yang penuh dengan tekanan (Muller at al.1993). Salah satu faktor predisposisi penyakit skabies adalah kondisi hewan yang buruk (Kettle 1984). Dengan pemberian makan dan minum yang cukup dan vitamin dan gizi yang lengkap serta perawatan yang baik, anjing akan memiliki daya tahan tubuh yang tinggi.

KESIMPULAN
1.Morfologi tungau Sarcoptes scabiei var. canis yaitu bentuk tubuh lonjong dengan bagian perut rata, translucent dan berwarna putih kotor. Panjang tungau antara 0,2-0,4 mm, tungau jantan lebih kecil daripada tungau betina.
2. Penularan skabies dapat terjadi melalui kontak langsung dengan hewan terinfeksi atau kontak tidak langsung dengan berbagai objek.
3. Gejala klinis yang ditimbulakan adalah hewan terlihat menggaruk-garuk dan disertai dengan penurunan nafsu makan.
4. Area yang sering dan pertama kali diserang skabies adalah disekitar ujung telinga..
5. Terapi kasus Skabies pada anjing sampai saat ini masih menggunakan ivermectin sebagai pilihan pertama selanjutnya terdapat bermacam-macam obat yang bisa diberikan sebagai pilihan berikutnya yaitu lindane, Benzyl benzoate 5%, fipronil, amitraz, lime sulphur dan obat yang baru ditemukan milbemycin oxime, moxidectin dan salamectin. Selain dengan terapi obat-obat diatas, juga dapat diberikan obat tradisional yaitu campuran antara bawang putih yang telah digerus dengan minyak.

SARAN
1. Masih banyak penemuan-penemuan baru seputar scabies yang belum dimasukkan dalam penulisan ini jadi perlu pembahasan lebih dalam baik dari segi biologi, patogenesa maupun terapinya.
2. Perlu diadakan pembahasan lebih lanjut yang lebih mendasar dari segi terapi maupun diagnosa yang dilakukan pada kasus skabies pada anjing.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul latief. 2001. Studi Kasus Skabies pada Anjing periode januari 1999 – juli 2000. [SKRIPSI] Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Abu Samra. 2005. Acariasis. http://www.efsph@iastate.edu (12 juni 2006)
Akcherman L. 1994. Sarcoptic mange. http://www.peteducation.com/article.cfm?cls=2&cat=1589&articleid=764
(8 juni 2006)
Anonimus. 2006. Sarcoptic Mites and mange http://www.Thepetcenter.com/exa/mites.html (8 juni 2006)
Ashadi G & S Partosoejono. 1992. Penuntun Laboratorium parasitologi I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknology IPB. Bogor: Hal 239
Belding DL. 1965. Textbook of Clinical Parasitology. New York: Appleton Century Croft.
Brown HW. 1975. Basic Clinical Parasitology. New York: Appleton Century Crofts
Dan. 1999. Sarcoptic mange- You Can Get it. http:/www.dr-dan.com/sarcopt.htm (8 juni 2006)
Didier-Noer Carlotti. 2004. Canine Scabies : An Update. http://www.vin.com/Proceedings.plx?CID=WSAVA2004&8625&O=Generic (8 juni 2006)
Flynn JR. 1973. Parasites of Laboratory Animal. USA: The Iowa State University Press. Hal 884
Hungeford TG. 1975. Disease of livestock. Ed Ke-8. McGraw-Hill Book Company. Sydney. 1318 hal.
Jubb KVF, PC Kennedy & N Palmer. 1993. Pathology of Domestic Animals. Vol. ke-1. ed ke-4. Academy Press Inc. London. Hal 593
Kettle DS. 1984. Medical and Veterinary Entomology. Croom Helm. London- Sidney
Kelly JD. 1977. Canine Parasitology. Sydney: University of Sidney.
Levine ND 1994. Parasitology Veteriner. Terjemahan gatot Ashadi & Widianto. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hal 544
Muller GH & RW Kirk. 1976. Small Animal Dermatology. Philadelphia: W.B. Sounders Company.
Nahm J & RM Corwin. 1997. Arthropoda. http://www.missouri.edu/-microrc/arthropods/Arachnida/scabies.htm (12 juni 2006)
Paradis M, CD Jaham, N Page. 1997. Topical (Pour-on) Ivermektin in The Treatmen of Canine Scabies. Can Vet. J., 38: 379-382.
http://www.peteducation.com/article.cfm?cls=2&cat=1589&articleid=764
(12 juni 2006)
Sitepoe M. 1997. Nyaman Bersama Hewan Kesayangan. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia
Soulsby EJL. 1982. Helminth, Arthropods and Protozoa of Domestic Animal. London: Balliere Tindall.Theodorides VJ. 1998. Anti Parasitic Drugs. Dalam J.R. Gregory (Ed). Prasitology for Veterinarians. Philadelphia: W.B Sounders Company.
Urguhart GM, J Armour, JL Duncan, AM.Dunn & FW Jennings. 1987. VeterinaryParasitology. New York : Churchill Livingstone Inc. Hal 286
Wendy C. 2006. Sarcoptes Scabiei (Scabies or Itch Mite). http://www.veterinarypartner.com/Content.plx?P=A&A=616 (13 juni 2006)

No comments: